Kamis, 21 Oktober 2021

Maaf

Tuan, maaf. Maaf jika aku terlambat menyampaikan semua ini.
Hatiku sakit sekali membayangkan kondisi hatimu saat ini.
Ku pikir apa yang terjadi dahulu itu benar.
Semuanya sudah terekam seperti apa yang kau ucapkan di 2019 lalu, Tuan.
Sungguh, aku masih mengingat semua rinciannya.
Hanya saja aku bersyukur, saat mengingatnya, aku tidak menangis dan merasa sesakit 21 bulan terakhir.



Tuan, sungguh, aku masih tidak bisa paham maksudmu.
Kalau ku pecahkan gelas hari ini dan ku perbaiki 2 tahun kemudian, apa masih sama?
Kurasa tidak.


Tuan, mari beralih.
Ini bukan tentang masa lalu kita,
hanya aku yang kini telah lupa.


Aku lupa pada janji-janji kita
Aku lupa pada hari-hari masa depan yang pernah kita rangkai
Aku lupa pada luka-luka yang dulu pernah ada
Aku lupa pada apa-apa yang menyakitiku dulu
Aku lupa pada kamu,
pada kita,

pada aku yang masih bersamamu.

Senin, 18 Oktober 2021

Oct

Aku betul-betul berantakan. Aku tidak tau harus mulai darimana. Aku tidak tau awal mula kehancuran ini sejak kapan.
Tapi dugaanku, semuanya dimulai di Desember 2016. Bukan, aku bukan menyesal. Hanya saja, kalau bisa ku putar kembali, aku tidak ingin ada di hari itu.
Ah, aku sungguh tidak mengenali diriku lagi sekarang. Aku ingin sekali menghilang. Tak apa semua orang tak mengingatku, kecuali keluarga dan sahabatku.
Aku benci sekali menjadi bodoh tapi aku selalu menjadi orang bodoh di segala hal.
Aku ingin sekali memperbaiki apa-apa yang sudah ku perbuat. Tapi saat aku mulai memperbaiki, hal-hal malah menjadi semakin buruk.
Tuhan, sekarang ini aku selalu merasa bersalah. Aku selalu merasa aku tidak pantas mendapatkan hal-hal baik. Aku selalu menyalahkan diriku atas hal-hal buruk yang terjadi pada orang terdekatku.
Aku takut, takut sekali untuk menghadapi dan mengakhiri hal-hal yang ku mulai sendiri.
Apa aku pantas bahagia setelah membuat hidup orang lain menderita? Aku ingin sekali memaafkan diriku. Aku ingin sekali yakin bahwa aku berhak bahagia. Aku ingin sekali lepas dari semua ini.
Sungguh, aku ingin lepas.

Please, let me go.

Minggu, 21 Oktober 2018

Pesan untuk...

Halo, semoga kamu sedang baik-baik saja.

Tolong jangan terlalu keras pada hidupmu.
Tolong jangan menangis lagi atas hal-hal yang sudah terjadi,
atas apapun yang tidak kamu lakukan,
atas apapun yang tidak kamu katakan.
Tolong, hatimu terlalu banyak menyimpan benci, pada dirimu sendiri.
Jangan lakukan itu lagi.

Maaf, aku selalu membuatmu merasa tidak cukup.
Aku selalu membuatmu menyimpan iri pada hal-hal yang tidak bisa kau raih.
Aku selalu membungkam apa yang ada pada dirimu.
Maaf, aku harap kamu bisa melepasnya.
Semuanya.

Jadi lebih baik, kamu hidup bukan untuk orang lain.
Ada hal-hal yang harusnya jadi milikmu.
Ada hal-hal yang harusnya tak kau bagi.
Ada hal-hal yang harus kau tolak.
Ada hal-hal yang harus kau terima.
Ada hal-hal yang harus dan tidak harus kau dengar.

Jika kenyataan terlalu menyakitkan, kamu tak perlu tahu.
Jika kau sedang lelah, jangan paksakan dirimu untuk mendengar.
Kamu bisa lari, bisa diam, bisa tertawa.
Itu hakmu, bukan hak mereka.

Kamu hanya perlu menjadi dirimu.
Kamu yang menjalani hidupmu, bukan mereka.


Terimakasih, kamu sudah melakukan yang terbaik untuk masa depanmu.

Kamu sudah sangat baik, pada mereka, tapi tidak pada dirimu.

Sekali lagi, hargai dirimu sendiri.

Kamis, 23 Agustus 2018

Kemarin



Kemarin itu mimpi, mimpi yang terlalu nyata.
Sampai hari ini aku masih ingin tertidur dalam mimpi itu.
Aku masih ingin menikmati tiap detiknya.
Memandang wajahmu sungguh tidak membuatku bosan.
Memegang tanganmu di keramaian sungguh terasa menyenangkan.

Berada di dekatmu sungguh membuatku bahagia
dan menyesakkan

Aku sungguh menahan diriku
Jangan terpaut terlalu keras
Jangan terjatuh terlalu dalam
Jangan bertanya terlalu jauh
Jangan berjalan terlalu cepat

Aku ingin menikmati waktu yang kau penggal untukku,
tanpa harus memikirkan perpisahan setelah ini.

Aku sungguh ingin
Wajar terhadap hidupku dan hidupmu.

Tapi nyatanya, pertanyaan 'kapan kita akan bertemu lagi?' selalu menyakitiku.
Kapan kamu ada di sampingku lagi?
Kapan kita bisa terpaut lagi?
Kapan aku bisa mendengar suaramu yang sedekat itu lagi?
Aku benar-benar tidak bisa berhenti melempar pertanyaan itu kepada apa saja yang ada di dekatku.
Ah, bahkan kamu masih ada di sampingku saat aku melemparkan pertanyaan-pertanyaan itu.

Sebenarnya aku benci bertemu denganmu
Karena aku sungguh tidak tahu kapan bisa bertemu lagi
Aku tidak butuh jawaban
Biarlah sebatas tanya padaku
Pada Aku yang tidak pernah merasa cukup tentangmu.


Selasa, 16 Januari 2018

Surat Untuk Nona

Hai, Nona.

Masih ingat kah awal kita? Saat kau mengiyakan apa yang sama sama kita rasa. Samar-samar aku bisa merasakan detak jantungmu hari itu. Lebih kencang detak jantungku, pastinya.
Nona, saat itu kita sangat bahagia.
Sesederhana mengelilingi bogor dengan sepeda motor usang milik orangtuaku, menjajali kuliner kaki lima yang baru ada setelah magrib, menikmati senja dari jendela helm yang sudah usang, dan mengakhiri hari dengan lambaian tangan di depan pagar hitam rumahmu.
Nona, kalau kau tanya mengapa aku bisa jatuh cinta padamu hari ini, sungguh aku lupa alasannya. Tapi Nona, aku selalu ingat caramu tertawa, menutup mulutmu dengan sebelah tangan sambil menutup sebelah matamu lalu terkekeh.
Nona, mungkin aku jatuh cinta pada tawamu, pada raut mukamu yang sedang marah padaku, pada pukulan yang kau layangkan pada lenganku, pada obsesimu terhadap warna merah muda atau kamu yang seringkali tiba tiba menangis.
Nona, sungguh kehadiranmu membawa suasana menjadi ceria dan penuh tawa, Nona selalu bisa membuatku dan orang-orang terkekeh karna gaya bicaramu.
Maaf Nona, sungguh, aku tidak ingat alasan mencintaimu hari itu, karna aku sudah mencintai segala yang ada padamu, semuanya.

Nona, entah sejak kapan kita bergandeng tangan. Sepakat untul menaiki 100 anak tangga menuju masa depan kita. Entah siapa yang mulai menggenggam tangan. Semoga itu aku.
Nona, rasanya baru kemarin kita berbahagia menaiki anak tangga kesepuluh. Saat ego masing masing kita mulai meracau, saat kau pada akhirnya bisa marah padaku dan bunga dariku masih bisa meredanya.
Nona, aku selalu bahagia bersamamu. Sungguh, sampai detik ini aku tidak menyesal menaiki hampir 100 anak tangga bersamamu.

Nona tau? Aku berjanji untuk tidak melepas tanganmu, apapun yang terjadi. Kecuali hari ini. Karna Nona yang melepasnya. Nona memintaku untuk melepasnya.

Nona, kita sudah sampai di anak tangga ke 83. Kau tidak mau duduk sebentar disini? Sambil melihat 82 anak tangga yang sudah kita lalui bersama.
Nona, mengapa kau lepaskan genggamanmu? Bukankah sebentar lagi kita sampai ke puncak?
Nona, apa yang harus kulakukan untuk mengajakmu kembali bergandeng tangan?
Apa aku harus ikut turun bersamamu?

Nona, apa genggamanku kurang kuat? Aku meregangkannya sedikit saja Nona, anak tangga kali ini sungguh sulit, tapi aku enggan melepasmu. Maafkan aku Nona, sungguh aku tidak berniat untuk melepas genggamanmu.

Nona, kenapa kau harus turun lagi sedangkan cahaya matahari sudah mulai menyilaukan darisini? Bukankah kita berjanji melihat puncak menara ini bersama?
Nona, aku akan ikut denganmu. Mari kita turun bersama. Bisakah aku menggenggam tanganmu? Sungguh aku tidak mau kehilanganmu dan semua mimpi kita.

Nona, kenapa kau acuh sekali padaku?

Nona maafkan aku.
Sungguh aku tak bisa turun lebih jauh dari ini Nona, bisakah kita kembali naik? Kita sudah menuruni 30 anak tangga dalam waktu yang amat singkat.
Nona, aku ingin menggenggam tanganmu lagi. Jika kau lelah kita bisa berhenti sejenak, bersama, dan Nona tetap disini, menjabat jemariku.
Nona, aku berjanji kali ini akan lebih kuat. Jika Nona berkenan, aku bisa menggendongmu naik ke atas sana Nona. Asal bersamamu.

Nona, kenapa kau masih menuruni anak tangga ini tanpaku?
Nona, aku mohon berhenti disitu, jangan pernah sejauh ini denganku. Aku butuh kau, Nona. Sungguh. Nona bukanlah pelengkap lagi untukku. Nona bagian dariku.
Ah Nona, aku sungguh lelah memanggil namamu dari tangga ke 53 ini. Aku masih bisa melihat punggungmu di anak tangga ke 21. Apakah kau enggan berbalik? Apa kau benar-benar tidak mau kembali? Aku ingin sekali melihat wajahmu. Nona, jika kau benar benar ingin turun kesana sendirian, bisakah lihat aku sebentar? Aku butuh senyummu.
Ah mungkin aku lebih senang melihatmu menekuk mulutmu, mengisyaratkan untuk ku jemput kebawah sana lalu tersenyum.


Nona, aku tidak bisa melihatmu lagi. Nona sudah turun terlalu jauh dan aku masih disini, enggan meninggalkan menara mimpi kita.
Nona, hari ini aku melihat ke atas sejenak, aku sungguh tidak bisa naik kesana sendirian dan aku tidak mau naik kesana selain denganmu. Nona, untukku diatas sana masih secantik hari itu, saat kita berdua membayangkan dan memimpikannya.
Nona, apa kau lupa? Sungguh kenangan di setiap anak tangga ini melemahkanku.  5 bulan tanpamu sungguh terasa asing. Aku seperti bukan aku. Aku kehilangan hampir segalanya sejak kamu memutuskan menuruni tangga ini. Nona, apa kau merasakan hal yang sama? Nona, apa kau sama sekali tidak memikirkanku? Kalaupun aku sampai ke bawah sana, aku tetap tak bisa menemukan diriku yang lama--- sebelum bersamamu.
Nona, maafkan aku yang berusaha membencimu belakangan ini. Aku sungguh tidak tau bagaimana caranya melupakanmu. Melupakanmu  sungguh lebih melelahkan dibanding menunggumu disini.

Nona, apakah kau masih menungguku dibawah sana? Kalau iya, tunggu akusebentar saja, aku akan menuruni anak tangga ini.
Nona, badanku tak sekurus dulu, nyatanya aku amat bahagia denganmu. Jadi jika nanti kita menaiki tangga ini lagi, kuat kuat ya membopohku.
Aku bercanda, dibawah nanti ku sewa helikopter atau harus ku munculkan jetpack saja? Supaya kita bisa langsung sampai ke atas, supaya Nona tidak turun lagi sendirian, supaya aku kembali menjadi aku yang bahagia.

Tapi Nona, jika Nona sudah tidak menungguku dibawah sana. Aku harus apa ya?
Nona , tunggu aku disana. Jangan berpaling terlalu cepat. Setidaknya sampai luka ini pulih, sampai aku menemukan Nona lagi.



Nona tolong aku,
Jika aku bertemu denganmu lagi, di dunia apapun, dimanapun, kapanpun, izinkan aku jatuh cinta lagi padamu.

With love,



Me

Selasa, 04 Oktober 2016

Random note

Aku suka sekali hari ini, setelah sekian lama akhirnya aku melihatmu lagi. Masih dengan seragam SMA, kamu selalu menjadi favoritku setiap kali kamu dalam putih abu. Kita bergandeng tangan, aku tidak tau tempat apa itu tapi selama bersamamu aku baik saja. Kamu menatapku, mengatakan sesuatu yang sama sekali tak bisa ku dengar. Aku melepaskan tanganmu. Kemudian memukul telingaku, ada yang salah. Apa aku tuli? Aku menutup mataku, memegang kedua telingaku, persis orang depresi. Aku bisa mendengar suara angin yang begitu tenang.

Tapi.

Saat membuka mataku.

Aku kehilangan kamu,..

lagi.

Aku takut.  Aku tidak  bisa lagi mengingat suaramu. Aku mulai lupa caramu tersenyum. Aku lupa aroma tubuhmu. Tidak. Aku tidak boleh sedikitpun melupakanmu.

Aku bangun dari tempat tidurku. Mengambil handphone, scrapbook, dan jaketmu.
Aku memutar lagu berdua saja yang kau nyanyikan dengan iringan gitar yang begitu nyaman di kupingku. Aku kembali mengingatmu, suaramu yang selalu membuatku jatuh cinta. Aku tau kita seirama sejak pertama kali aku mendengar nyanyianmu. Aku selalu suka lagu yang kau dengar, lagu yang kau nyanyikan.

Aku masih mendengarmu lewat headphone sambil membuka scrapbook dengan wajahmu maksudku wajah kita disana. Rasanya semua ekspresimu sudah terekam disana, tapi hatiku masih terasa kosong. Aku bisa melihatmu tersenyum, tertawa, cemberut, berteriak kapanpun aku mau. Tapi, hanya lewat foto-foto ini. Kemudian hatiku terasa begitu perih. Dadaku sesak. Leherku tercekat. Aku terus menangis sesenggukan. Suara mu tidak lagi terdengar dari headphoneku.

Aku sungguh ingin bernafas, dengan atau tanpa dirimu. 

Aku kira aku hanya kehilanganmu pada hari itu dan beberapa minggu setelahnya. Tapi aku bersumpah, sampai detik ini aku masih kehilanganmu. Ini sudah 13 bulan dan rasa sakitnya tidak berkurang sedikitpun.

Pada bulan kedua aku kira aku hanya kesepian makanya aku tidak bisa berhenti kehilanganmu. Lalu aku bertemu kembali dengan banyak orang. Mereka begitu baik padaku, mereka begitu menyenangkan, mereka sesekali membuatku tertawa. Tapi aku salah, aku bukan kesepian. Aku masih merindukanmu, karena mereka bukan kamu.

Aku tidak pernah bermaksud untuk melupakanmu, sungguh. Kamu bilang, manusia mati dua kali, saat nyawanya diambil dan saat dia dilupakan. Karena itu, aku akan selalu mengingatmu. Setidaknya kamu hanya mati sekali, dan akan terus hidup walau hanya di hatiku.


Senin, 10 Agustus 2015

Apa ya?

Halo, apa kabar, kamu?

Jadi begini, aku tidak tau harus sampai kapan kamu muncul dalam mimpi-mimpiku. Aku sudah sering sekali memaksa pikiran dan hatiku untuk melupakanmu sampai semuanya terasa begitu melelahkan untuk diteruskan. Tapi aku tak bisa menghentikan perasaanku untuk sekedar mencari keberadaanmu dan mengingatmu lewat lagu-lagu itu.

Di mimpi semalam, kamu benar-benar terlihat nyata. Bahkan rasanya aku dapat menghirup aroma parfummu. Kamu masih sama persis seperti terakhir kali kita bertemu. Matamu. Wajahmu. Semuanya masih semanis kamu.

Kita berbincang sewajarnya. Aku berusaha setengah mati untuk tidak terlihat merindukanmu. Tapi kamu benar-benar terlihat sama sekali tidak merindukanku.

Kemudian kita tiba-tiba ada di kereta pengangkut barang. Aku bilang “Aku takut.” Kamu menatapku lalu berkata “Pegang bajuku. Jangan jauh-jauh. Okay?”

Lalu kita mengambil barang-barang dari gerbong belakang dan beranjak menuju gerbong depan untuk meletakannya. eh, kamu meninggalkanku. perasaanku kacau balau saat kamu pergi, ini mimpi, tapi rasanya begitu menyakitkan. Sesak sekali ditinggalkan-lagi olehmu sebelum mengucapkan “aku tidak pernah berhenti memikirkan dan merindukanmu.”

Sekarang kita ada di suatu posko. Tiba-tiba aku bersama teman-temanku. Mereka tertawa tapi aku malah mencarimu padahal kamu ada di sampingku, berbicara pada seorang gadis dan melemparkan senyummu yang tak kau tujukan padaku sejak mimpi ini dimulai. Ha. Aku memalingkan pandanganku dari ‘kamu dan dia’ kemudian ikut tertawa dengan teman-temanku dan berlalu.



Senangnya melihat senyummu.




Sumber: buku catatan usang yang ditemukan dalam acara bongkar-bongkar.