Minggu, 21 Oktober 2018

Pesan untuk...

Halo, semoga kamu sedang baik-baik saja.

Tolong jangan terlalu keras pada hidupmu.
Tolong jangan menangis lagi atas hal-hal yang sudah terjadi,
atas apapun yang tidak kamu lakukan,
atas apapun yang tidak kamu katakan.
Tolong, hatimu terlalu banyak menyimpan benci, pada dirimu sendiri.
Jangan lakukan itu lagi.

Maaf, aku selalu membuatmu merasa tidak cukup.
Aku selalu membuatmu menyimpan iri pada hal-hal yang tidak bisa kau raih.
Aku selalu membungkam apa yang ada pada dirimu.
Maaf, aku harap kamu bisa melepasnya.
Semuanya.

Jadi lebih baik, kamu hidup bukan untuk orang lain.
Ada hal-hal yang harusnya jadi milikmu.
Ada hal-hal yang harusnya tak kau bagi.
Ada hal-hal yang harus kau tolak.
Ada hal-hal yang harus kau terima.
Ada hal-hal yang harus dan tidak harus kau dengar.

Jika kenyataan terlalu menyakitkan, kamu tak perlu tahu.
Jika kau sedang lelah, jangan paksakan dirimu untuk mendengar.
Kamu bisa lari, bisa diam, bisa tertawa.
Itu hakmu, bukan hak mereka.

Kamu hanya perlu menjadi dirimu.
Kamu yang menjalani hidupmu, bukan mereka.


Terimakasih, kamu sudah melakukan yang terbaik untuk masa depanmu.

Kamu sudah sangat baik, pada mereka, tapi tidak pada dirimu.

Sekali lagi, hargai dirimu sendiri.

Kamis, 23 Agustus 2018

Kemarin



Kemarin itu mimpi, mimpi yang terlalu nyata.
Sampai hari ini aku masih ingin tertidur dalam mimpi itu.
Aku masih ingin menikmati tiap detiknya.
Memandang wajahmu sungguh tidak membuatku bosan.
Memegang tanganmu di keramaian sungguh terasa menyenangkan.

Berada di dekatmu sungguh membuatku bahagia
dan menyesakkan

Aku sungguh menahan diriku
Jangan terpaut terlalu keras
Jangan terjatuh terlalu dalam
Jangan bertanya terlalu jauh
Jangan berjalan terlalu cepat

Aku ingin menikmati waktu yang kau penggal untukku,
tanpa harus memikirkan perpisahan setelah ini.

Aku sungguh ingin
Wajar terhadap hidupku dan hidupmu.

Tapi nyatanya, pertanyaan 'kapan kita akan bertemu lagi?' selalu menyakitiku.
Kapan kamu ada di sampingku lagi?
Kapan kita bisa terpaut lagi?
Kapan aku bisa mendengar suaramu yang sedekat itu lagi?
Aku benar-benar tidak bisa berhenti melempar pertanyaan itu kepada apa saja yang ada di dekatku.
Ah, bahkan kamu masih ada di sampingku saat aku melemparkan pertanyaan-pertanyaan itu.

Sebenarnya aku benci bertemu denganmu
Karena aku sungguh tidak tahu kapan bisa bertemu lagi
Aku tidak butuh jawaban
Biarlah sebatas tanya padaku
Pada Aku yang tidak pernah merasa cukup tentangmu.


Selasa, 16 Januari 2018

Surat Untuk Nona

Hai, Nona.

Masih ingat kah awal kita? Saat kau mengiyakan apa yang sama sama kita rasa. Samar-samar aku bisa merasakan detak jantungmu hari itu. Lebih kencang detak jantungku, pastinya.
Nona, saat itu kita sangat bahagia.
Sesederhana mengelilingi bogor dengan sepeda motor usang milik orangtuaku, menjajali kuliner kaki lima yang baru ada setelah magrib, menikmati senja dari jendela helm yang sudah usang, dan mengakhiri hari dengan lambaian tangan di depan pagar hitam rumahmu.
Nona, kalau kau tanya mengapa aku bisa jatuh cinta padamu hari ini, sungguh aku lupa alasannya. Tapi Nona, aku selalu ingat caramu tertawa, menutup mulutmu dengan sebelah tangan sambil menutup sebelah matamu lalu terkekeh.
Nona, mungkin aku jatuh cinta pada tawamu, pada raut mukamu yang sedang marah padaku, pada pukulan yang kau layangkan pada lenganku, pada obsesimu terhadap warna merah muda atau kamu yang seringkali tiba tiba menangis.
Nona, sungguh kehadiranmu membawa suasana menjadi ceria dan penuh tawa, Nona selalu bisa membuatku dan orang-orang terkekeh karna gaya bicaramu.
Maaf Nona, sungguh, aku tidak ingat alasan mencintaimu hari itu, karna aku sudah mencintai segala yang ada padamu, semuanya.

Nona, entah sejak kapan kita bergandeng tangan. Sepakat untul menaiki 100 anak tangga menuju masa depan kita. Entah siapa yang mulai menggenggam tangan. Semoga itu aku.
Nona, rasanya baru kemarin kita berbahagia menaiki anak tangga kesepuluh. Saat ego masing masing kita mulai meracau, saat kau pada akhirnya bisa marah padaku dan bunga dariku masih bisa meredanya.
Nona, aku selalu bahagia bersamamu. Sungguh, sampai detik ini aku tidak menyesal menaiki hampir 100 anak tangga bersamamu.

Nona tau? Aku berjanji untuk tidak melepas tanganmu, apapun yang terjadi. Kecuali hari ini. Karna Nona yang melepasnya. Nona memintaku untuk melepasnya.

Nona, kita sudah sampai di anak tangga ke 83. Kau tidak mau duduk sebentar disini? Sambil melihat 82 anak tangga yang sudah kita lalui bersama.
Nona, mengapa kau lepaskan genggamanmu? Bukankah sebentar lagi kita sampai ke puncak?
Nona, apa yang harus kulakukan untuk mengajakmu kembali bergandeng tangan?
Apa aku harus ikut turun bersamamu?

Nona, apa genggamanku kurang kuat? Aku meregangkannya sedikit saja Nona, anak tangga kali ini sungguh sulit, tapi aku enggan melepasmu. Maafkan aku Nona, sungguh aku tidak berniat untuk melepas genggamanmu.

Nona, kenapa kau harus turun lagi sedangkan cahaya matahari sudah mulai menyilaukan darisini? Bukankah kita berjanji melihat puncak menara ini bersama?
Nona, aku akan ikut denganmu. Mari kita turun bersama. Bisakah aku menggenggam tanganmu? Sungguh aku tidak mau kehilanganmu dan semua mimpi kita.

Nona, kenapa kau acuh sekali padaku?

Nona maafkan aku.
Sungguh aku tak bisa turun lebih jauh dari ini Nona, bisakah kita kembali naik? Kita sudah menuruni 30 anak tangga dalam waktu yang amat singkat.
Nona, aku ingin menggenggam tanganmu lagi. Jika kau lelah kita bisa berhenti sejenak, bersama, dan Nona tetap disini, menjabat jemariku.
Nona, aku berjanji kali ini akan lebih kuat. Jika Nona berkenan, aku bisa menggendongmu naik ke atas sana Nona. Asal bersamamu.

Nona, kenapa kau masih menuruni anak tangga ini tanpaku?
Nona, aku mohon berhenti disitu, jangan pernah sejauh ini denganku. Aku butuh kau, Nona. Sungguh. Nona bukanlah pelengkap lagi untukku. Nona bagian dariku.
Ah Nona, aku sungguh lelah memanggil namamu dari tangga ke 53 ini. Aku masih bisa melihat punggungmu di anak tangga ke 21. Apakah kau enggan berbalik? Apa kau benar-benar tidak mau kembali? Aku ingin sekali melihat wajahmu. Nona, jika kau benar benar ingin turun kesana sendirian, bisakah lihat aku sebentar? Aku butuh senyummu.
Ah mungkin aku lebih senang melihatmu menekuk mulutmu, mengisyaratkan untuk ku jemput kebawah sana lalu tersenyum.


Nona, aku tidak bisa melihatmu lagi. Nona sudah turun terlalu jauh dan aku masih disini, enggan meninggalkan menara mimpi kita.
Nona, hari ini aku melihat ke atas sejenak, aku sungguh tidak bisa naik kesana sendirian dan aku tidak mau naik kesana selain denganmu. Nona, untukku diatas sana masih secantik hari itu, saat kita berdua membayangkan dan memimpikannya.
Nona, apa kau lupa? Sungguh kenangan di setiap anak tangga ini melemahkanku.  5 bulan tanpamu sungguh terasa asing. Aku seperti bukan aku. Aku kehilangan hampir segalanya sejak kamu memutuskan menuruni tangga ini. Nona, apa kau merasakan hal yang sama? Nona, apa kau sama sekali tidak memikirkanku? Kalaupun aku sampai ke bawah sana, aku tetap tak bisa menemukan diriku yang lama--- sebelum bersamamu.
Nona, maafkan aku yang berusaha membencimu belakangan ini. Aku sungguh tidak tau bagaimana caranya melupakanmu. Melupakanmu  sungguh lebih melelahkan dibanding menunggumu disini.

Nona, apakah kau masih menungguku dibawah sana? Kalau iya, tunggu akusebentar saja, aku akan menuruni anak tangga ini.
Nona, badanku tak sekurus dulu, nyatanya aku amat bahagia denganmu. Jadi jika nanti kita menaiki tangga ini lagi, kuat kuat ya membopohku.
Aku bercanda, dibawah nanti ku sewa helikopter atau harus ku munculkan jetpack saja? Supaya kita bisa langsung sampai ke atas, supaya Nona tidak turun lagi sendirian, supaya aku kembali menjadi aku yang bahagia.

Tapi Nona, jika Nona sudah tidak menungguku dibawah sana. Aku harus apa ya?
Nona , tunggu aku disana. Jangan berpaling terlalu cepat. Setidaknya sampai luka ini pulih, sampai aku menemukan Nona lagi.



Nona tolong aku,
Jika aku bertemu denganmu lagi, di dunia apapun, dimanapun, kapanpun, izinkan aku jatuh cinta lagi padamu.

With love,



Me