Hai, Nona.
Masih ingat kah awal kita? Saat kau mengiyakan apa yang sama
sama kita rasa. Samar-samar aku bisa merasakan detak jantungmu hari itu. Lebih kencang
detak jantungku, pastinya.
Nona, saat itu kita sangat bahagia.
Sesederhana mengelilingi bogor dengan sepeda motor usang
milik orangtuaku, menjajali kuliner kaki lima yang baru ada setelah magrib,
menikmati senja dari jendela helm yang sudah usang, dan mengakhiri hari dengan
lambaian tangan di depan pagar hitam rumahmu.
Nona, kalau kau tanya mengapa aku bisa jatuh cinta padamu
hari ini, sungguh aku lupa alasannya. Tapi Nona, aku selalu ingat caramu
tertawa, menutup mulutmu dengan sebelah tangan sambil menutup sebelah matamu
lalu terkekeh.
Nona, mungkin aku jatuh cinta pada tawamu, pada raut mukamu
yang sedang marah padaku, pada pukulan yang kau layangkan pada lenganku, pada
obsesimu terhadap warna merah muda atau kamu yang seringkali tiba tiba menangis.
Nona, sungguh kehadiranmu membawa suasana menjadi ceria dan
penuh tawa, Nona selalu bisa membuatku dan orang-orang terkekeh karna gaya
bicaramu.
Maaf Nona, sungguh, aku tidak ingat alasan mencintaimu hari
itu, karna aku sudah mencintai segala yang ada padamu, semuanya.
Nona, entah sejak kapan kita bergandeng tangan. Sepakat
untul menaiki 100 anak tangga menuju masa depan kita. Entah siapa yang mulai
menggenggam tangan. Semoga itu aku.
Nona, rasanya baru kemarin kita berbahagia menaiki anak
tangga kesepuluh. Saat ego masing masing kita mulai meracau, saat kau pada
akhirnya bisa marah padaku dan bunga dariku masih bisa meredanya.
Nona, aku selalu bahagia bersamamu. Sungguh, sampai detik
ini aku tidak menyesal menaiki hampir 100 anak tangga bersamamu.
Nona tau? Aku berjanji untuk tidak melepas tanganmu, apapun
yang terjadi. Kecuali hari ini. Karna Nona yang melepasnya. Nona memintaku
untuk melepasnya.
Nona, kita sudah sampai di anak tangga ke 83. Kau tidak mau
duduk sebentar disini? Sambil melihat 82 anak tangga yang sudah kita lalui
bersama.
Nona, mengapa kau lepaskan genggamanmu? Bukankah sebentar
lagi kita sampai ke puncak?
Nona, apa yang harus kulakukan untuk mengajakmu kembali
bergandeng tangan?
Apa aku harus ikut turun bersamamu?
Nona, apa genggamanku kurang kuat? Aku meregangkannya
sedikit saja Nona, anak tangga kali ini sungguh sulit, tapi aku enggan
melepasmu. Maafkan aku Nona, sungguh aku tidak berniat untuk melepas
genggamanmu.
Nona, kenapa kau harus turun lagi sedangkan cahaya matahari
sudah mulai menyilaukan darisini? Bukankah kita berjanji melihat puncak menara
ini bersama?
Nona, aku akan ikut denganmu. Mari kita turun bersama.
Bisakah aku menggenggam tanganmu? Sungguh aku tidak mau kehilanganmu dan semua
mimpi kita.
Nona, kenapa kau acuh sekali padaku?
Nona maafkan aku.
Sungguh aku tak bisa turun lebih jauh dari ini Nona, bisakah
kita kembali naik? Kita sudah menuruni 30 anak tangga dalam waktu yang amat
singkat.
Nona, aku ingin menggenggam tanganmu lagi. Jika kau lelah
kita bisa berhenti sejenak, bersama, dan Nona tetap disini, menjabat jemariku.
Nona, aku berjanji kali ini akan lebih kuat. Jika Nona
berkenan, aku bisa menggendongmu naik ke atas sana Nona. Asal bersamamu.
Nona, kenapa kau masih menuruni anak tangga ini tanpaku?
Nona, aku mohon berhenti disitu, jangan pernah sejauh ini
denganku. Aku butuh kau, Nona. Sungguh. Nona bukanlah pelengkap lagi untukku. Nona
bagian dariku.
Ah Nona, aku sungguh lelah memanggil namamu dari tangga ke
53 ini. Aku masih bisa melihat punggungmu di anak tangga ke 21. Apakah
kau enggan berbalik? Apa kau benar-benar tidak mau kembali? Aku ingin sekali
melihat wajahmu. Nona, jika kau benar benar ingin turun kesana sendirian,
bisakah lihat aku sebentar? Aku butuh senyummu.
Ah mungkin aku lebih senang melihatmu menekuk mulutmu,
mengisyaratkan untuk ku jemput kebawah sana lalu tersenyum.
Nona, aku tidak bisa melihatmu lagi. Nona sudah turun
terlalu jauh dan aku masih disini, enggan meninggalkan menara mimpi kita.
Nona, hari ini aku melihat ke atas sejenak, aku sungguh
tidak bisa naik kesana sendirian dan aku tidak mau naik kesana selain denganmu.
Nona, untukku diatas sana masih secantik hari itu, saat kita berdua
membayangkan dan memimpikannya.
Nona, apa kau lupa? Sungguh kenangan di setiap anak tangga
ini melemahkanku. 5 bulan tanpamu
sungguh terasa asing. Aku seperti bukan aku. Aku kehilangan hampir segalanya
sejak kamu memutuskan menuruni tangga ini. Nona, apa kau merasakan hal yang
sama? Nona, apa kau sama sekali tidak memikirkanku? Kalaupun aku sampai ke
bawah sana, aku tetap tak bisa menemukan diriku yang lama--- sebelum bersamamu.
Nona, maafkan aku yang berusaha membencimu belakangan ini.
Aku sungguh tidak tau bagaimana caranya melupakanmu. Melupakanmu sungguh lebih melelahkan dibanding menunggumu
disini.
Nona, apakah kau masih menungguku dibawah sana? Kalau iya, tunggu
akusebentar saja, aku akan menuruni anak tangga ini.
Nona, badanku tak sekurus dulu, nyatanya aku amat bahagia
denganmu. Jadi jika nanti kita menaiki tangga ini lagi, kuat kuat ya
membopohku.
Aku bercanda, dibawah nanti ku sewa helikopter atau harus ku
munculkan jetpack saja? Supaya kita bisa langsung sampai ke atas, supaya Nona
tidak turun lagi sendirian, supaya aku kembali menjadi aku yang bahagia.
Tapi Nona, jika Nona sudah tidak menungguku dibawah sana.
Aku harus apa ya?
Nona , tunggu aku disana. Jangan berpaling terlalu cepat.
Setidaknya sampai luka ini pulih, sampai aku menemukan Nona lagi.
Nona tolong aku,
Jika aku bertemu denganmu lagi, di dunia apapun, dimanapun,
kapanpun, izinkan aku jatuh cinta lagi padamu.
With love,
Me
Tidak ada komentar:
Posting Komentar